Jadi Kader PKU MUI Termuda, Labib Muzhoffar Ajak Milenial Berdakwah Ikuti Perkembangan Zaman

Jadi Kader PKU MUI Termuda, Labib Muzhoffar Ajak Milenial Berdakwah Ikuti Perkembangan Zaman
Muhammad Labib Muzhoffar, salah satu Peserta PKU MUI Kabupaten Bekasi termuda berumur 22 tahun.

Jadi Kader PKU MUI Termuda, Labib Muzhoffar Ajak Milenial Berdakwah Ikuti Perkembangan Zaman

Bekasi – JawaBarat || Kabarnusa24.Com

Muhammad Labib Muzhoffar merupakan anak muda yang memiliki semangat agar bisa berperan dalam berbagai hal di masyarakat. Khususnya memperdalam pengetahuan dan pemahaman Agama Islam.

Pria yang akrab disapa Labib ini, baru berusia 22 tahun saat berhasil lolos menjadi peserta Pendidikan Kader Ulama (PKU) yang diselenggarakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bekasi.

“Kita kembali lagi kepada maqolah yang berbunyi ‘syubbanul yaumi rijaalul ghoddi’, yaitu pemuda hari ini pemimpin masa depan. Kemudian saya melihat regenerasi saat ini, sudah saatnya kita (anak muda) menentukan arah, tujuan dan pilihan, jangan hanya mengikuti alur tapi berhak menentukan kemana dia akan pergi,” ungkap Labib yang juga Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Haji Agus Salim Cikarang, pada Selasa, (25/07/2023).

Labib mengatakan seleksi PKU lumayan ketat karena para peserta langsung mengikuti tes membaca kitab kuning fathul qorib yaitu salah satu kitab fikih klasik. Selain itu seleksi bahasa Arab dan Inggris juga menjadi poin kelulusan.

“Kita sebagai calon Kader Ulama yang nantinya akan terjun ke masyarakat, dan hidup di masa teknologi digital, harus faham yang namanya bahasa asing. Kemudian yang namanya Ulama tidak terlepas dari kajian kitab kuning, waktu itu kita dites kitab fathul qorib,” tuturnya.

Setiap kesempatan bagi Labib, harus dibarengi dengan kesiapan. Sama halnya ketika dia mengikuti seleksi ini. Labib sudah terbiasa mempelajari dan membaca kitab kuning saat dirinya menjadi santri selama 7 tahun.

Bahkan saat menceritakan pengalaman pesantrennya, dia menjadi santri ‘abdi dalem’ atau yang biasa membantu Kiai di pesantrennya saat mondok di Pesantren Khas Kempek Cirebon dan Ponpes Al Imdat Bantul Jogjakarta.

“Dulu saya merupakan abdi dalamnya Buya waktu mondok di Ponpes Khas Kempek Cirebon, saya jadi santri ndalem Buya Ja’far Shodiq Aqil Sirodj bagian marbot. Jadi saya dulu kalau bagian ngaji dan ngabdi dengan Kiai itu banyak disuruh Kiai-nya dibanding ngajinya,” katanya sambil tersenyum.

Momen tersebutlah menurutnya yang membuat dirinya berkesempatan untuk lebih dekat dengan gurunya bahkan tak jarang diundang makan bersama guru. Hal ini menjadi kenangan yang membawa keberkahan bagi Labib.

“Saya dulu mondok di Kempek 3 tahun, kemudian di Jogja Ponpes Al Imdat Bantul, di keduanya kurang lebih 7 tahun. Di situ saya belajar kepada Bapak Habib Abdus Syakur yang kebetulan pengalamannya sama pernah menjadi santri ndalem Kiai Ali Maksum, jadi saya di sana sama juga setiap habis subuh menyiapkan minuman beliau,” tuturnya.

Pendidikan Kader Ulama ini baginya merupakan pengalaman belajar yang penting karena akan diarahkan Kiai di MUI Kabupaten Bekasi agar memiliki spesialisasi ilmu menjadi Ulama Ahli Tafsir sekaligus mampu mengoperasikan teknologi informasi.

Selain itu wawasan kebangsaan ini baginya menjadi hal penting agar para kader ulama mampu memiliki faham yang wasathiyah atau moderat dalam beragama.

“Tadi saat studium generale sudah dijelaskan bahwasanya banyak bagian dari ilmu tafsir sendiri yang saat ini belum kita jamah atau pelajari. Seperti halnya metode penafsiran mawdhu’i dan lain sebagainya,” jelas Labib.

Dia mengajak kepada para generasi milenial saat ini yang juga memiliki latar belakang pernah ‘nyantri’ dan akan terjun ke masyarakat untuk senantiasa dalam berdakwah mengikuti perkembangan zaman. Menurutnya saat ini generasi muda sudah didukung dengan modal dakwah melalui teknologi informasi.

“Mengutip Al-Muhafazhotu ala al-qadimi al-shalih wal akhdzu bil jadid al-ashlah yaitu kita harus bisa melek dengan perkembangan zaman yang sekarang, karena itu kita harus bisa memanfaatkan semaksimal mungkin, kalau dulu mungkin santri harus menyediakan kitab yang banyak di lemari, tapi untuk saat ini dalam satu laptop kita sudah bisa memuat kitab kuning secara lengkap seperti maktabah syamilah itu,” tuturnya.

Ulama muda saat ini penting juga memiliki keahlian untuk bisa menyaring informasi atau bertabayun dalam setiap kabar yang didapatkan melalui teknologi informasi. Melalui hal inilah para ulama tidak akan terjebak pada berita hoaks yang bisa menimbulkan fitnah di masyarakat.

“Setelah kita melakukan tabayun kita bisa mempertimbangkan, oh ini benar atau tidak informasinya karena secara rasional kita bisa membedakan mana yang haq dan bathil,” pungkasnya.

Labib merupakan Kader Ulama utusan MUI Kecamatan Sukatani yang saat ini menjadi kecamatan tempat tinggalnya.

 

Sumber : Diskominfosantik Kabupaten Bekasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *